Petualangan Kita Dimulai

Selasa, 30 Mei 2017



Saya selalu ingat warna jaket kamu.
Selalu.
Dan bulan November selalu menjadi bulan penuh kenangan bagi saya.
Betapa tidak, semuanya tentang kita banyak berawal dari bulan ini. Makanan pertama, hujan pertama, telepon pertama, berduan pertama, pertengkaran pertama.

Ya. Bulan pertama kita sudah makan berantem. Saya selalu ingat saat kita bertengkar, kita akan diemin satu sama lain. Kalo kamu marah sama saya, kamu gak akan ngomong apa-apa dan nyuekin saya, sementara kalo saya marah sama kamu, chat kamu gak akan saya balas sampai kemarahan saya reda.

Kamu orang yang paling gak suka ditanya tapi paling suka menanyakan hal tentang saya sama orang-orang. Kamu sering bertanya pada orang-orang hal tentang saya dan kebanyakan orang yang ditanya akan risih. Kalo orang-orang gak bisa jawab pertanyaanmu, kamu tanya langsung sama saya. Saat itu saya orangnya suka memainkan pertanyaanmu, kalo saya gak mau jawab saya tinggal bilang “Gak tau” atau “Gak apa-apa”.
Belakangan, saya sangat menyesali perbuatan saya itu.

Kalo raut wajah saya sedang tidak enak, kamu dengan khawatirnya bertanya “Kenapa cemberut?” dan saya susah menjawab karena memang ekspresi muka saya yang serius. Terkadang, saya suka bertanya sesuatu yang gak masuk akal sama kamu.

Saya sangat suka membuatmu bingung, tapi ujungnya kamu akan jawab “Apaansih” dengan nada yang kamu usahakan lucu.

Saya suka seluruhnya tentangmu. Saya bahkan suka hembusan nafasmu diujung telepon. Saya suka bagaimana kamu membantu saya piket kelas. Saya suka suara mu saat bangun tidur. Saya suka kekecewaan yang muncul di raut wajahmu saat saya bilang saya malas menunggumu menghadap wali kelasmu. Saya suka kerutan di keningmu. Saya suka pura-pura ngambekmu. Saya suka menggoda kamu dengan panggilan ‘Mas’. Saya suka mengerjaimu dan memanggilmu ‘Master Taekwondo’. Saya suka mengejek ekskul mu. Saya suka menanyaimu meski kamu risih.

Saya suka kamu.

Jika saya memikirkannya sekarang, saya sempat merasa menjadi perempuan paling bahagia dan sempurna saat itu. Saya pikir saya mampu bersama-sama kamu terus. Saya pikir saya mampu beriringan sama kamu terus sampai kita sama-sama punya pangkat. Saya pikir saya bisa.

Jika mesin waktu memang ada, saya rasa saya ingin menggunakannya dan kembali ke waktu dimana saya pertama kali mengucapkan kata-kata putus padamu. Jika saya dapat kembali mengulang pada saat itu.. Alih-alih marah, saya akan mengucapkan terima kasih padamu. Saya akan berterimakasih atas semua yang sudah kamu lakukan untukku. Baik itu hal aneh, atau hal biasa yang orang lain juga lakukan.

Seandainya saya lebih sabar menghadapimu saat itu, saya gak akan terjebak disini dengan bayang-bayangmu saja. Mungkin sekarang kita sedang menyusun rencana berdua.

Betapa mengejutkannya sebuah kalimat “Aku mau putus” mengubah segala hal.

0 komentar:

Posting Komentar

Diharapkan memberi komentar yang membangun ya^^